Mendekat Untuk Lenyap




Seperti batuk, suatu rasa bisa menahun juga. Diam disitu, jangan biarkan semesta tau. Sudah lama kau berdiri di pintu, masuklah. Kenapa kau enggan? Oh ku tau, aku tak berhak. Aku tau kau berpikir berat ketika akan memasuki rumahku, oleh karena itu kau lebih memilih berdiri sebentar di depan pintu kemudian melangkah jauh. Hanya ku perhatikan saja dari sudut jendela gerak-gerik mu ketika akan masuk. Tampaknya kau ragu, terlihat jelas di wajahmu. Pada awalnya kau bermain-main di halaman di depan rumahku. Kau tanam bibit bunga yang kemudian tumbuh menjalar hingga menjuntai di pagar rumahku. Setiap hari kau sirami bunga itu sembari tersenyum manis memandangi bunga-bunga yang tumbuh subur. Sesekali kau beri pupuk agar bunga itu bisa mekar dengan sempurna, katamu. Bunga yang kau tanam kini telah mencapai puncak pertumbuhannya, sehingga halaman rumahku penuh dengan warna warni bunga yang tumbuh bermekaran. 
Hingga suatu hari kau tidak datang menyirami bunga di halamanku lagi. Sehari, dua hari, hingga mencapai seminggu. Kau tidak datang untuk menyiraminya seperti yang kau lakukan dulu-dulu. Kemana kau pergi? Aku pun bertanya-tanya. Tak sadar sudah setahun kepergianmu meninggalkan bunga-bunga yang kau tanam di halaman rumahku. Hari berganti, kemudian bunga itu menjadi layu ditinggalkan tuannya. Seperti ayam yang kehilangan induk, dia mencari-cari sesosok manusia yang dengan senang hati menyiram akarnya setiap sore. Aku terlalu iba melihat bunga-bunga itu. Dulu tumbuhnya begitu subur, tapi setelah kepergianmu berubah menjadi lesu dan membisu. Tidak lagi menghasilkan warna-warna yang menghiasi halaman rumahku. Kemana kau pergi? Kapan datang lagi? Bukan hanya bunga di halamanku saja yang merindukan kedatangan engkau, tapi juga aku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBIASAAN NONGRONG ANAK-ANAK ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK DITINJAU DARI SEGI PERSPEKTIF SPASIAL

Kawah Anjing

10 Muwashofat Pemuda Muslim